Ø Siapakah Tuhan itu?
Perkataan ilah, yang diterjemahkan “Tuhan”,
dalam Al-Quran dipakai untuk menyatakan berbagai obyek yang dibesarkan atau
dipentingkan manusia, misalnya dalam QS 45 (Al-Jatsiiyah): 23, yaitu:
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan
hawa nafsunya sebagai Tuhannya….?”
Dalam QS 28 (Al-Qashash):38, perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun
untuk dirinya sendiri: “Dan Fir’aun berkata: Wahai pembesar kaumku, aku
tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku.”
Contoh ayat-ayat
tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa mengandung arti berbagai benda, baik abstrak
(nafsu atau keinginan pribadi maupun benda nyata (Fir’aun atau penguasa yang
dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah
dalam Al-Quran juga dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna:ilaahaini), dan banyak (jama’: aalihatun). Bertuhan nol atau
atheisme tidak mungkin. Untuk dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan logika Al-Quran sebagai berikut:
Tuhan (ilah) ialah
sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa,
sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya.
Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan
secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan,
diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk
pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian. Ibnu
Taimiyah memberikan definisi al-ilah
sebagai berikut:
Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk
kepada-Nya, merendahkan diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya,
kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa, dan
bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari
padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta
kepadanya (M.Imaduddin, 1989:56)
Atas dasar definisi
ini, Tuhan itu bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan manusia. Yang pasti,
manusia tidak mungkin ateis, tidak mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan logika
Al-Quran, setiap manusia pasti ada sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan
begitu, orang-orang komunis pada hakikatnya ber-Tuhan juga. Adapun Tuhan mereka
ialah ideologi atau angan-angan (utopia) mereka. Dalam ajaran Islam diajarkan
kalimat “la ilaaha illa Allah”. Susunan kalimat tersebut dimulai dengan
peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan penegasan
“melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan diri
dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya
ada satu Tuhan, yaitu Allah.
Ø Pengetahuan
menurut Al-kindi terbagi menjadi dua :
·
Pertama, pengetahuan illahi atau ilm ila’hiyy seperti yang
tercantum dalam al-qur’an, yaitu pengetahuan langsung yang diperoleh nabi dari
tuhan. Dasar pengetahuan itu adalah keyakinan.
·
Kedua, pengetahuan manusiawi atau ilm insanyyataqu filsafat
yang didasarkan atas pemikiran.
Bagi al-kindi, agrumen
yang dibawa al-qur’anitu lebih meyakinkan dari pada agrumen yang dikemukakan
oleh filsafat, tetapi filsafat dan al-qur’an tidaklah bertentangan kebenaran
yang diberitakan wahyu tidaklah bertentangan dengan kebenaran yang dibawa
filsafat. Mempelajari filsafat dan berfilsafat tidaklah dilarang, klarena
teologi (ilmu kalam) adalah bagian dari filsafat.umat islam pun menurut
filsufini diwajibkan mempelajari filsafat
Filsafat baginya
adalah pengetahuan tentang yang benar atau baths an al-haqq (knowledge of
thruth). Dari sinilah kita bisa melihat persamaan atau filsafat dari agama.
Tujuan agama dan tujuan filsafat adalah sama yaitu menerangka apa yang benar
dan apa yang baik. Agama, disamping wahyu, juga menggunakan akal sebagai mana
filsafatmenggunakan akal. Adapun kebenaran peratama menurut al-kindi, ialah
tuhan (allah). Dialah the first truth. Dengan demikian filsafat membahas soal
tuhan, agama t tentang tuhan. Dialam ini terdapat benda benda yang di tangkap
oleh panca indera yang merupaka juz’iyyat yang tiada terhingga itu akan tetapi
yang terpenting adalah hakikat yang terdapat didalam juz’iyyat itu yaitu yang
disebut kulliyyat, atau universal, definisi. Tiap benda mempunyai dua hakikat.
PERTAMA, hakikat sebagai juz’iyy disebut an-niya. KEDUA, hakikat sebagai
kulliyah yang disebut ma’niyyah, yaitu hakikat yang bersifat universal dalam
bentuk genus dan spesies.
Tuhan dalam filsafat
al-kindi tiadalah mempunyai hakikat dalam arti an-niyah maupun ma-hiyyah. Tuhan
bukanlah benda dan tidak termaksuk benda yang ada dialam. Ia pencipta alam, ia
tidak tersusun dari materi dan bentuk (al hayyuli’ yang wa al-shurah). Tuhan
juga tidak mempunyai hakikat dalam bentuk ma’hiyyah, karena tuhan tidak
merupakan genus atau spesies. Tuhan hanya satu tidak ada yang serupa
dengan-Nya,. Ia adalah unik, ia adalah yang benar pertama dan yang maha benar.
Ia hanyalah satu dan semata mata Satu. Selain dia, semuanya mengandung arti
banyak.
Sesuai dengan ajaran
paham islam, tuhan bagi al-kindi adalah pencipta dan bukan penggerak pertama
seperti pendapat aristoteles. Alam bagi al-kindi bukan kekal di zaman lampau,
tetapi mempunyai permulaan. Karena itu dalam hal ini ia lebih dekat dengan
filsafat plotenus yang mengatakan bahwa yang maha satu adalah sumber dari ala
mini dan sumber dari segala yang ad. Alam ini adalah emanasi atau pancaran dari
yang maha satu.
2.Pemikiran Manusia Tentang Tuhan
1.
Pemikiran Barat
Yang dimaksud konsep
Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep yang didasarkan atas hasil
pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat
penelitian rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama,
dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari
kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna.
Teori tersebut mula-mula dikemukakan oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh
EB Taylor, Robertson Smith, Lubbock dan Javens. Proses perkembangan pemikiran
tentang Tuhan menurut teori evolusionisme adalah sebagai berikut:
· Dinamisme
Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah
mengakui adanya kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu
yang berpengaruh tersebut ditujukan pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh
pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada pula yang berpengaruh
negatif. Kekuatan yang ada pada benda disebut dengan nama yang berbeda-beda,
seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu), dan syakti (India). Mana adalah kekuatan
gaib yang tidak dapat dilihat atau diindera dengan pancaindera. Oleh karena itu
dianggap sebagai sesuatu yang misterius. Meskipun nama tidak dapat diindera,
tetapi ia dapat dirasakan pengaruhnya.
· Animisme
Masyarakat primitif pun mempercayai adanya peran roh
dalam hidupnya. Setiap benda yang dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh
masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun
bendanya telah mati. Oleh karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu
hidup, mempunyai rasa senang, rasa tidak senang apabila kebutuhannya dipenuhi.
Menurut kepercayaan ini, agar manusia tidak terkena efek negatif dari roh-roh
tersebut, manusia harus menyediakan kebutuhan roh. Saji-sajian yang sesuai
dengan saran dukun adalah salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan roh.
· Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak
memberikan kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan.
Roh yang lebih dari yang lain kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan
kekuasaan tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada dewa yang bertanggung jawab terhadap
cahaya, ada yangmembidangi masalah air, ada yang membidangi angin dan lain
sebagainya.
·
Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap
kaum cendekiawan. Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi,
karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan
manusia meningkat menjadi lebih definitif (tertentu). Satu bangsa hanya
mengakui satu dewa yang disebut dengan Tuhan, namun manusia masih mengakui
Tuhan (Ilah) bangsa lain.
Kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan henoteisme (Tuhan
Tingkat Nasional).
·
Monoteisme
Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi
monoteisme. Dalam monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan
bersifat internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan
terbagi dalam tiga paham, yaitu: deisme, panteisme, dan teisme.
Evolusionisme dalam
kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana dinyatakan oleh Max Muller dan EB.
Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang (1898) yang menekankan adanya
monoteisme dalam masyarakat primitif. Dia mengemukakan bahwa orang-orang yang
berbudaya rendah juga sama monoteismenya dengan orang-orang Kristen. Mereka
mempunyai kepercayaan pada wujud yang Agung dan sifat-sifat yang khas terhadap
Tuhan mereka, yang tidak mereka berikan kepada wujud yang lain.
Dengan lahirnya
pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur golongan evolusionisme menjadi reda
dan sebaliknya sarjana-sarjana agama terutama di Eropa Barat mulai menantang
evolusionisme dan memperkenalkan teori baru untuk memahami sejarah agama.
Mereka menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak datang secara evolusi, tetapi
dengan relevansi atau wahyu. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan pada
penyelidikan bermacam-macam kepercayaan yang dimiliki oleh kebanyakan
masyarakat primitif. Dalam penyelidikan didapatkan bukti-bukti bahwa asal-usul
kepercayaan masyarakat primitif adalah monoteisme dan monoteisme adalah berasal
dari ajaran wahyu Tuhan (Zaglul Yusuf, 1993:26-27).
2.
Pemikiran Umat Islam
Pemikiran terhadap
Tuhan yang melahirkan Ilmu Tauhid, Ilmu Kalam, atau Ilmu Ushuluddin di kalangan
umat Islam, timbul sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW. Secara garis besar, ada
aliran yang bersifat liberal, tradisional, dan ada pula yang bersifat di antara
keduanya. Sebab timbulnya aliran tersebut adalah karena adanya perbedaan
metodologi dalam memahami Al-Quran dan Hadis dengan pendekatan kontekstual
sehingga lahir aliran yang bersifat tradisional. Sedang sebagian umat Islam
yang lain memahami dengan pendekatan antara kontektual dengan tektual sehingga
lahir aliran yang bersifat antara liberal dengan tradisional.
Ketiga corak pemikiran
ini telah mewarnai sejarah pemikiran ilmu ketuhanan dalam Islam. Aliran
tersebut yaitu:
1.
Mu’tazilah yang merupakan kaum rasionalis di kalangan muslim,
serta menekankan pemakaian akal pikiran dalam memahami semua ajaran dan
keimanan dalam Islam. Orang islam yang berbuat dosa besar, tidak kafir dan
tidak mukmin. Ia berada di antara posisi mukmin dan kafir (manzilah bainal manzilatain).
Dalam menganalisis ketuhanan, mereka memakai bantuan
ilmu logika Yunani, satu sistem teologi untuk mempertahankan kedudukan
keimanan. Hasil dari paham Mu’tazilah yang bercorak rasional ialah muncul abad
kemajuan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun kemajuan ilmu pengetahuan akhirnya
menurun dengan kalahnya mereka dalam
perselisihan dengan kaum Islam ortodoks. Mu’tazilah lahir sebagai
pecahan dari kelompok Qadariah,
sedang Qadariah adalah pecahan
dari Khawarij.
2.
Qodariah yang berpendapat bahwa manusia mempunyai
kebebasan dalam berkehendak dan berbuat. Manusia sendiri yang menghendaki
apakah ia akan kafir atau mukmin dan hal itu yang menyebabkan manusia harus
bertanggung jawab atas perbuatannya.
3.
Jabariah yang
merupakan pecahan dari Murji’ah berteori bahwa manusia tidak mempunyai
kemerdekaan dalam berkehendak dan berbuat. Semua tingkah laku manusia
ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan.
Asy’ariyah dan
Maturidiyah yang pendapatnya berada di antara Qadariah dan Jabariah
Semua aliran itu mewarnai kehidupan pemikiran ketuhanan dalam kalangan umat
islam periode masa lalu. Pada prinsipnya aliran-aliran tersebut di atas tidak
bertentangan dengan ajaran dasar Islam. Oleh karena itu umat Islam yang memilih
aliran mana saja diantara aliran-aliran tersebut sebagai teologi mana yang
dianutnya, tidak menyebabkan ia keluar dari islam. Menghadapi situasi dan
perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini, umat Islam perlu mengadakan koreksi
ilmu berlandaskan al-Quran dan Sunnah Rasul, tanpa dipengaruhi oleh kepentingan
politik tertentu. Di antara aliran tersebut yang nampaknya lebih dapat
menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan meningkatkan etos kerja adalah
aliran Mu’tazilah dan Qadariah.
3.Tuhan Menurut-Menurut Wahyu
Tuhan
Menurut Agama-agama Wahyu
Pengkajian manusia
tentang Tuhan, yang hanya didasarkan atas pengamatan dan pengalaman serta
pemikiran manusia, tidak akan pernah benar. Sebab Tuhan merupakan sesuatu yang
ghaib, sehingga informasi tentang Tuhan yang hanya berasal dari manusia biarpun
dinyatakan sebagai hasil renungan maupun pemikiran rasional, tidak akan benar.
Informasi tentang asal-usul kepercayaan terhadap Tuhan antara lain tertera
dalam:
- QS 21 (Al-Anbiya): 92, “Sesungguhnya agama yang diturunkan Allah adalah satu, yaitu agama Tauhid. Oleh karena itu seharusnya manusia menganut satu agama, tetapi mereka telah berpecah belah. Mereka akan kembali kepada Allah dan Allah akan menghakimi mereka.
Ayat tersebut di atas
memberi petunjuk kepada manusia bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan konsep
tentang ajaran ketuhanan sejak zaman dahulu hingga sekarang. Melalui
Rasul-rasul-Nya, Allah memperkenalkan dirinya melalui ajaran-Nya, yang dibawa
para Rasul, Adam sebagai Rasul pertama dan Muhammad sebagai terakhir. Jika
terjadi perbedaan-perbedaan ajaran tentang ketuhanan di antara agama-agama
adalah karena perbuatan manusia. Ajaran yang tidak sama dengan konsep ajaran
aslinya, merupakan manipulasi dan kebohongan manusia yang teramat besar.
- QS 5 (Al-Maidah):72, “Al-Masih berkata: “Hai Bani Israil sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti mengharamkan kepadanya syurga, dan tempat mereka adalah neraka.
- QS 112 (Al-Ikhlas): 1-4, “Katakanlah, Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”
Dari ungkapan ayat-ayat tersebut, jelas bahwa Tuhan
adalah Allah. Kata Allah adalah nama isim
jumid atau personal name. Merupakan
suatu pendapat yang keliru, jika nama Allah diterjemahkan dengan kata “Tuhan”,
karena dianggap sebagai isim musytaq.
Tuhan yang haq dalam konsep Al-Quran adalah Allah. Hal
ini dinyatakan antara lain dalam surat Ali Imran ayat 62, surat Shad 35 dan 65,
surat Muhammad ayat 19. Dalam al-quran diberitahukan pula bahwa ajaran tentang
Tuhan yang diberikan kepada Nabi sebelum Muhammad adalah Tuhan Allah juga.
Perhatikan antara lain surat Hud ayat 84 dan surat al-Maidah ayat 72. Tuhan
Allah adalah esa sebagaimana dinyatakan dalam surat al-Ankabut ayat 46, Thaha
ayat 98, dan Shad ayat 4.
Dengan mengemukakan alasan-alasan tersebut di atas,
maka menurut informasi al-Quran, sebutan yang benar bagi Tuhan yang benar-benar
Tuhan adalah sebutan “Allah”, dan kemahaesaan Allah tidak melalui teori evolusi
melainkan melalui wahyu yang datang dari Allah. Hal ini berarti konsep tauhid
telah ada sejak datangnya Rasul Adam di muka bumi. Esa menurut al-Quran adalah
esa yang sebenar-benarnya esa, yang tidak berasal dari bagian-bagiandan tidak
pula dapat dibagi menjadi bagian-bagian.
Keesaan Allah adalah
mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan dengan yang lain. Sebagai
umat Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat La ilaaha illa Allah harus menempatkan Allah sebagai prioritas
utama dalam setiap tindakan dan ucapannya.
Konsepsi kalimat La
ilaaha illa Allah yang bersumber dari al-quran memberi petunjuk bahwa manusia
mempunyai kecenderungan untuk mencari Tuhan yang lain selain Allah dan hal itu
akan kelihatan dalam sikap dan praktik menjalani kehidupan.
4.Dalil-Dalil Pembuktian Eksistensi Tuhan
Allah sebagai
wujud yang tidak terbatas, maka hakikat
dirinya tidak akan pernah dicapai, namun pemahaman tentang-Nya dapat dijangkau
sehingga kita mengenal-Nya dengan pengenalan yang secara umum dapat diperoleh,
malalui jejak dan tanda-tanda yang tak terhingga. Imam `Ali as dalam hal ini
menjelaskan bahwa: “Allah tidak memberitahu akal bagaimana cara menjangkau
sifat-sifat-Nya, tapi pada saat yang sama tidak menghalangi akal untuk
mengetahui-Nya.”
Selain itu, jika kita
menyelami diri kita sendiri, maka secara fitrah manusia memiliki rasa
berketuhanan. Fitrah ini tidak dapat dihilangkan, hanya saja dapat ditekan dan
disembunyikan, dengan berbagai tekanan kebudayaan, ilmu dan lainnya, sehingga
terkadang muncul pada saat-saat tertentu seperti pada saat tertimpa musibah
atau dalam kesulitan yang benar-benar tidak mampu ia mengatasinya. Pada kondisi
ini, kita secara fitriah mengharapkan adanya sosok lain yang memiliki kemampuan
lebih dari kita untuk datang dan memberikan pertolongan kepada kita.
Dalil fitrah ini
merupakan perasaan berketuhanan secara langsung yang tertanam pada diri
manusia. Ia menjadi model sekaligus modal khusus manusia. Akan tetapi untuk
memperkuat fitrah itu kita memerlukan dalil-dalil yang argumentatif yang
bersandar pada akal dan kemudian wahyu sebagai tambahan dan penguat
argumentasi. Untuk itu di bawah ini akan dijabarkan secara singkat dan
sederhana beberapa argumentasi tentang keberadaan dan ke-Esaan ALLah swt.
Amirul Mukminin al-Imam Ali bin Abi Thalib dengan
indah melukiskan karakteristik Tuhan dengan sempurna dalam lembaran-lembaran Nahj
al-Balaghah sebagai berikut:
“Dia adalah satu,
tapi bukan dalam arti jumlah. Dia tidak dibatasi oleh batasan-batasan ataupun
tidak di hitung oleh angka-angka. siapa yang menunjuk-Nya berarti mengakui
batas-batas-Nya, dan yang mengakui batas-batas-Nya berarti telah
menghitung-Nya. Siapa yang menggambarkan-Nya, berarti membatasi-Nya, memberikan
jumlah kepada-Nya, menolak keazalian-Nya. Segala sesuatu yang disebut satu
adalah kurang, kecuali Dia.”
Ø
Dalil Fitrah
Yaitu perasaan alami
yang tajam pada manusia bahwa ada dzat yang maujud, yang tidak terbatas dan
tidak berkesudahan, yang mengawasi segala sesuatu, mengurus dan mengatur segala
yang ada di alam semesta, yang diharapkan kasih sayang-Nya dan ditakuti
kemurkaan-Nya. Hal ini digambarkan oleh Allah SWT dalam QS. 10:22.
Ø Dalil Akal
Yaitu dengan tafakkur
dan perenungan terhadap alam semesta yang merupakan manifestasi dari eksistensi
Allah SWT. Orang yang memikirkan dan merenungkan alam semesta akan menemukan
empat unsur alam semesta :
1. Ciptaan-Nya
Bila kita perhatikan
makhluk yang hidup di muka bumi, kita akan menemukan berbagai jenis dan bentuk,
berbagai macam cara hidup dan cara berkembang biak (QS. 35:28). Semua itu
menunjukkan adanya zat yang menciptakan, membentuk, menentukan rizki dan meniupkan
ruh kehidupan (QS. 29:19,20). Bagaimanapun pintarnya manusia, tentu ia tidak
akan dapat membuat makhluk yang hidup dari sesuatu yang belum ada. Allah SWT
menantang manusia untuk membuat seekor lalat jika mereka mampu (QS. 22:73).
Nyatalah bahwa tiada yang dapat menciptakan alam semesta ini kecuali Allah Yang
Maha Tinggi dan Maha Hidup.
2. Kesempurnaan
Kalau kita perhatikan,
akan terlihat bahwa alam ini sangat tersusun rapi, diciptakan dalam kondisi
yang sangat sempurna tanpa cacat.Hal ini menunjukkan adanya kehendak agung yang
bersumber dari Sang Pencipta. Sebagai contoh, seandainya matahari memberikan
panasnya pada bumi hanya setengah dari panasnya sekarang, pastilah manusia akan
membeku kedinginan. Dan seandainya malam lebih panjang sepuluh kali lipat dari
malam yang normal tentulah matahari pada musim panas akan membakar seluruh
tanaman di siang hari dan di malam hari seluruh tumbuhan membeku. Firman Allah:
“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis.
Kamu sekali-kali melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang
tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang
tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi, niscaya penglihatanmu akan
kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun
dalam keadaan payah.” (QS. 67:3,4)
3. Perbandingan Ukuran Yang Tepat Dan Akurat (QS. 25:2)
Alam ini diciptakan
dalam perbandingan ukuran, susunan, timbangan dan perhitungan yang tepat dan
sangat akurat. Bila tidak, maka tidak akan mungkin para ilmuwan berhasil
menyusun rumus-rumus matematika, fisika, kimia bahkan biologi.
4. Hidayah (Tuntunan dan Bimbingan) (QS. 20:50)
Allah memberikan
hidayah (tuntunan dan petunjuk) kepada makhluk-Nya untuk dapat menjalankan
hidupnya dengan mudah, sesuai dengan karakteristiknya masing-masing. Pada
manusia sering disebut sebagai ilham dan pada hewan disebut insting/naluri.
Seorang bayi ketika dilahirkan menangis dan mencari puting susu ibunya. Siapa
yang mengajarkan bayi-bayi tersebut? Seekor ayam betina membolak-balikkan telur
yang tengah dieramnya, agar zat makanan yang terdapat pada telur itu merata,
juga kehangatan dari induk ayam tersebut, dengan demikian telur tersebut dapat
menetas. Secara ilmiah akhirnya diketahui bahwa anak-anak ayam yang sedang
diproses dalam telur itu mengalami pengendapan bahan makanan pada tubuhnya di
bagian bawah. Jika telur tersebut tidak digerak-gerakkan maka zat makanan
tersebut tidak merata, dengan demikian ia tidak dapat menetas. Siapa yang
mengajarkan ayam untuk berbuat demikian ?
Kita sering mendengar
seseorang yang ditimpa musibah yang membuat hatinya hancur luluh, putus
harapan, lalu ia berdoa menghadap Allah SWT. Tiba-tiba musibah itu hilang,
kebahagiaan pun kembali dan datanglah kemudahan sesudah kesusahan. Siapa yang
mengabulkan doa, siapa pula yang mengajarkan orang, yang kafir sekalipun, untuk
berdoa/meminta pertolongan pada suatu zat di luar dirinya yang dirasakannya
bersifat Maha Kuasa dan Maha Berkehendak ? Firman Allah :
“Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya
hilanglah yang kamu seru kecuali Dia. Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke
daratan, kamu pun berpaling. Dan manusia adalah selalu tidak berterima kasih.” (QS.17:67)
Eksistensi Allah terlihat dalam banyak sekali
fenomena-fenomena kehidupan. Barangsiapa yang membaca alam yang maha luas ini
dan memperhatikan penciptaan langit dan bumi serta dirinya sendiri, pasti ia
akan menemukan bukti-bukti yang jelas tentang adanya Allah SWT. Firman Allah :
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda
(kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga
jelaslah bagi mereka bahwa al-Quran itu adalah benar.” (QS.41:53)
a. Dalil Akhlaq
Secara fitrah manusia memiliki moral (akhlaq). Dengan
adanya moral (akhlaq) inilah, ia secar naluriah mau tunduk dan menerima
kebenaran agar hidupnya lurus dan urusannya berjalan teratur dan baik. Zat yang
dapat menanamkan akhlaq dalam jiwa manusia adalah Allah, sumber dari segala
sumber kebaikan, cinta dan keindahan. Keberadaan ‘moral’ yang mendominasi jiwa
manusia merupakan bukti eksistensi Allah. (QS. 91:7-8)
b. Dalil Wahyu
Para rasul diutus ke
berbagai umat yang berbeda pada zaman yang berbeda. Semua rasul menjalankan
misi dari langit dengan perantaraan wahtu. Dengan membawa bukti yang nyata
(kitab/wahyu dan mukzijat) mengajak umatnya agar beriman kepada Allah,
mengesakan-Nya dan menjalin hubungan baik dengan-Nya, serta memberi peringatan
akan akibat buruk dari syirik/berpaling dari-Nya (QS.6:91). Siapa yang mengutus
mereka dengan tugas yang persis sama? Siapa yang memberikan kekuatan, mendukung
dan mempersenjatai mereka dengan mukzijat? Tentu suatu zat yang eksis (maujud),
Yang Maha Kuat dan Perkasa, yaitu Allah. Keberadaan para rasul ini merupakan
bukti eksistensi Allah.
c. Dalil Sejarah
Semua umat manusia di
berbagai budaya, suku, bangsa dan zaman, percaya akan adanya Tuhan yang patut
disembah dan diagungkan. Semuanya telah mengenal iman kepada Allah menurut cara
masing-masing. Konsensus sejarah ini merupakan bukti yang memperkuat eksistensi
Allah. (QS.47:10; perkataan ahli sejarah Yunani kuno bernama Plutarch).
Terdapat beberapa cara
mengenal Tuhan menurut ajaran selain Islam, diantaranya yaitu dengan hanya mengandalkan
panca indera dan sedikit akal, sehingga timbul perkiraan-perkiraan yang
membentuk filsafat-filsafat atau pemikiran tentang ketuhanan. Filsafat dan
pemikiran tersebut justru mendatangkan keguncangan dan kebingungan dalam jiwa.
Sehingga hanya menanamkan keraguan dan
kesangsian terhadap keberadaan Allah. (QS.34:51-54; 2:147; 22:11; 10:94). Jalan
yang ditempuh oleh orang-orang kafir tersebut melanggar fitrah mereka. Sebab
mereka mencoba mengenal Allah dengan menggunakan panca indra saja. Padahal
panca indra hanya bisa mendeteksi sesuatu yang dapat diraba, diukur, disentuh.
Sebaliknya untuk mengenal sesuatu selain Allah mereka menggunakan panca indra
dan akal. Jalan yang ditempuh oleh orang-orang kafir ini pada akhirnya tidak
pernah membawa mereka sampai mengenal siapa Sang Pencipta. Sebaliknya yang
mereka dapatkan adalah ketidaktahuan akan Allah Yang Maha Mencipta.
Adapun jalan yang ditempuh Islam untuk mengenal Allah
ialah dengan menggunakan keimanan dan dilengkapi dengan akal. Kedua potensi
tersebut dioptimalkan dengan proses tafakkur dan tadabbur. Tafakkur artinya
memikirkan ciptaan atau tanda-tanda kebesaran Allah (ayat kauniyah). Tadabbur
berarti merenungkan ayat-ayat Allah yang tertulis dalam al-Qur’an (ayat
qauliyah). Sehingga timbul keyakinan di dalam hati tentang keberadaan dan
kekuasaan Allah (QS.3:190-191; 12:105; 10:101). Jalan yang ditempuh oleh orang
mukmin bersandarkan pada fitrahnya sebagai manusia, yaitu mengoptimalkan akal,
pemikiran, ilmu, serta hatinya untuk mengenal Allah lewat tanda-tanda
kebesaran-Nya (ayat-ayat-Nya), bukan zat-Nya. Baik tanda-tanda kebesaran Allah
yang ada di alam, mukzijat serta dalm Al Qur’an. Lewat jalan inilah manusia
akan mengenal Allah SWT.
BAB III
A.Kesimpulan
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan
(dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan
dirinya dikuasai oleh-Nya.
Perkataan dipentingkan
hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai,
diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan,
dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian.
Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah
sebagai berikut:
Al-ilah ialah: yang dipuja
dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepada-Nya, merendahkan diri di hadapannya,
takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam
kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta
perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan
terpaut cinta kepadanya (M.Imaduddin, 1989:56)
Ø Pengetahuan
menurut Al-kindi terbagi menjadi dua :
·
Pertama, pengetahuan illahi atau ilm ila’hiyy seperti yang
tercantum dalam al-qur’an, yaitu pengetahuan langsung yang diperoleh nabi dari
tuhan. Dasar pengetahuan itu adalah keyakinan.
·
Kedua, pengetahuan manusiawi atau ilm insanyyataqu filsafat
yang didasarkan atas pemikiran.
1.
Pemikiran Barat
Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran
manusia adalah konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui
pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat penelitian rasional
maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori
evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang
amat sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut
mula-mula dikemukakan oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor,
Robertson Smith, Lubbock dan Javens. Proses perkembangan pemikiran tentang
Tuhan menurut teori evolusionisme adalah sebagai berikut:
1.
Dinamisme
2.
Animisme
3.
Politeisme
4.
Henoteisme
5.
Monoteisme
2.
Pemikiran Umat Islam
Pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan Ilmu Tauhid,
Ilmu Kalam, atau Ilmu Ushuluddin di kalangan umat Islam, timbul sejak wafatnya
Nabi Muhammad SAW. Secara garis besar, ada aliran yang bersifat liberal,
tradisional, dan ada pula yang bersifat di antara keduanya. Sebab timbulnya
aliran tersebut adalah karena adanya perbedaan metodologi dalam memahami
Al-Quran dan Hadis dengan pendekatan kontekstual sehingga lahir aliran yang
bersifat tradisional. Sedang sebagian umat Islam yang lain memahami dengan
pendekatan antara kontektual dengan tektual sehingga lahir aliran yang bersifat
antara liberal dengan tradisional.
Dengan mengemukakan alasan-alasan tersebut di atas,
maka menurut informasi al-Quran, sebutan yang benar bagi Tuhan yang benar-benar
Tuhan adalah sebutan “Allah”, dan kemahaesaan Allah tidak melalui teori evolusi
melainkan melalui wahyu yang datang dari Allah. Hal ini berarti konsep tauhid
telah ada sejak datangnya Rasul Adam di muka bumi. Esa menurut al-Quran adalah
esa yang sebenar-benarnya esa, yang tidak berasal dari bagian-bagiandan tidak
pula dapat dibagi menjadi bagian-bagian.
Keesaan Allah adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi
atau disejajarkan dengan yang lain. Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan
kalimat syahadat La ilaaha illa Allah
harus menempatkan Allah sebagai prioritas utama dalam setiap tindakan dan
ucapannya.
Konsepsi kalimat La ilaaha illa Allah yang bersumber
dari al-quran memberi petunjuk bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk
mencari Tuhan yang lain selain Allah dan hal itu akan kelihatan dalam sikap dan
praktik menjalani kehidupan.
1.
Dalil Fitrah
Yaitu perasaan alami
yang tajam pada manusia bahwa ada dzat yang maujud, yang tidak terbatas dan
tidak berkesudahan, yang mengawasi segala sesuatu, mengurus dan mengatur segala
yang ada di alam semesta, yang diharapkan kasih sayang-Nya dan ditakuti
kemurkaan-Nya. Hal ini digambarkan oleh Allah SWT dalam QS. 10:22.
2.
Dalil Akal
Yaitu dengan tafakkur
dan perenungan terhadap alam semesta yang merupakan manifestasi dari eksistensi
Allah SWT. Orang yang memikirkan dan merenungkan alam semesta akan menemukan
empat unsur alam semesta :
1. Ciptaan-Nya
2. Kesempurnaan
3.
Perbandingan Ukuran Yang Tepat Dan Akurat (QS. 25:2)
4.
Hidayah (Tuntunan dan Bimbingan) (QS. 20:50)
B.Saran
Kita sebagai manusia
seharusnya lebih mengembangkan pengetehuan tentang referensi konsep ketuhanan
dalam islam sehingga pemahaman kita tentang konsep ketuhanan dalam islam tidak
terbatas terutama mengenai filsafat ketuhanan,pemikiran manusia tentang
tuhan,tuhan menurt wahyu,dan dalil dalil pembuktian eksintensi tuhan.
Dan kita dikatakan
sosok manusia yang seutuhnya apabila ada keselarasan manusia dengan
tuhannya.maka dari itu kita sebagai penerus pemuda bangsa dan negara mari kita
pahamkan dalam keseharian kita tentang pemahaman konsep dasar ketuhanan dalam
islam.
C.Pertanyaan
1.
Mengapa pemikiran manusia tentang Tuhan selalu
berbeda-beda?
Jawab: Kata ‘’ilah’’
yang selalu dipakai terutama oang arab untuk menyebut sesuatu yang dianggap
penting,besar,yang diagungkan,yang mempunyai kekuatan yang lebih besar. Dari
kata ilahi (Tuhan) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh
manusai sedemikian rupa,sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya.
Perkataan dipentingkan hendaknya diartikan secara luas. Tercakup d idalamnya
dapat yang
dipuja,dicinta,diagungkan,diharap harapkan dapat memberikan kegembiraan dan
termasuk pula yang ditakuti akan mendatangka bahaya atau kerugian.
2.
Apa yang di maksud lahiriah dan batinia serta
contohnya?
Jawab: lahiriah yaitu
yang bersifat lahirnya,tampaknya tentunya bukan bersifat batin. Perbuatan yang
dilakukan dengan anggota badan dan dapat diketahui melalui pendengaran dan penglihatan. Contoh yaitu:
ü
Amalan lahiriah yang dilakukan melalui ucapan seperti
menasehati dalam kebajikan untuk
mencegah kemungkaran,berbicara denga embicaraan yang baik,dan membaca
Al-quraan.
ü
Amalan lahiriah dengan anggota badan seperti menolong
orang dalam kebajikan,dan menjenguk orang sakit dll.
Sedangkan batiniah adalah amalan
yang dilakukan oleh hati(Al-qalb) yang berhubungan dengan batin(jiwa atau
hati). Contoh yaitu: perbuatan yang baik seperti beriman,bersabar,berniat,tawaqal,ikhlas,
tegar dan berani.
3.
Berikan contoh dalil pembuktian eksistensi Tuhan?
Jawab: ‘’Dia
adalah satu, tapi bukan dalam arti jumlah. Dia tidak dibatasi oleh
batasan-batasan ataupuntidak dihitungoleh angka-angka. Siapa yang menunjukan-Nya berarti mengakui
batasan-batasan-Nya, dan yang mengakui batasan-batasan-Nya berarti telah
menghitung-Nya. Siapa yang menggambarkan-Nya, berarti membatasi-Nya ,
memberikan jumlah kepada-Nya, menolak keazalian-Nya. Segala sesuatu yang
disebut satu adalah kurang,kecuali Dia.’’
4.
Apa yangdi maksud dalil fitrahl dan dalil akal?
Jawab: dalil fitrah
yaitu perasaan alami yang tajam pada manusia yang tidak terbatas dan tidak
berkesudahan, yang mengawasi segala sesuatu, mengurus dan mengatur segala yang
ada di alam semesta, yang diharapkan kasih sayang-Nya dan ditakuti
kemurkaan-Nya. Sedangkan dalil akal yaitu dengan tafakkur dan perenungan
terhadap alam semesta yang merupakan menifestasi dari eksistensi Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar